-->

Alat Musik Tradisional Khas Jawa Barat

Kesenian tradisional Nusantara memiliki rasa dan karsa serta karya yang sangat beraneka ragam. Salah satu hasil dari budaya yang ada di Indonesia adalah tercermin dari jumlah alat musik khas daerah yang dimiliki.

Alat musik merupakan suatu instrumen yang dibuat atau dimodifikasi untuk tujuan menghasilkan musik. Nada yang harmonis membentuk musik yang bisa dinikmati. Bidang ilmu yang mempelajari alat musik disebut organologi.

Kali ini kita akan membahas beberapa alat musik dari daerah Jawa Barat.

Kecapi

Kecapi/Kacapi adalah alat musik yang dimainkan dengan cara memetik senarnya. Kecapi ini terbuat dari kayu yang dibentuk kotak sedemikian rupa yang diatasnya terdapat senar yang dipetik dan getarannya menghasilkan suara.
ada beberapa jenis Kacapi yang ada, diantaranya adalah:
  1. Kacapi parahu adalah suatu kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi jenis kacapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai perahu. Pada masa lalu, kacapi ini dibuat langsung dari bongkahan kayu dengan memahatnya.
  2. Kacapi siter merupakan kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar. Serupa dengan kacapi parahu, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya membentuk trapesium.
Untuk kedua jenis kacapi ini, tiap dawai diikatkan pada suatu sekrup kecil pada sisi kanan atas kotak. Mereka dapat ditala dalam berbagai sistem: pelog, sorog/madenda, atau salendro.
Saat ini, kotak resonansi kacapi dibuat dengan cara mengelem sisi-sisi enam bidang kayu.

Menurut fungsinya dalam mengiringi musik, kacapi dimainkan sebagai:
  1. Kacapi indung atau kacapi induk adalah Kacapi memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi besar dengan 18 atau 20 dawai
  2.  Kacapi rincik atau kacapi anak memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antar nada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kacapi suling atau Sekar Panambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi yang lebih kecil dengan dawai yang jumlahnya sampai 15.
Kendang
Kendang adalah waditra/instrumen jenis alat tepuk terbuat dari kulit, yang dimainkan dengan cara ditepuk. Fungsinya sebagai pengatur irama lagu. Kendang merupakan waditra/instrumen yang tergabung dalam perangkat gamelan.

Kendang biasa disebut Gendang, asal kata dari Ke dan Ndang (artinya Cepat) dalam bahasa Jawa. Pernyataan ini sesuai dengan fungsi waditra Kendang yaitu untuk mempercepat dan memperlambat irama. (kecuali dalam Gamelan Degung).
Berdasarkan ukuran bentuk terdapat 3 jenis waditra Kendang Sunda, antara lain:
  1. Kendang Gede atau besar, dipergunakan dalam Kendang Penca sebagai iringan Pencak Silat.
  2. Kendang Gending atau sedang, Kendang yang biasa dipergunakan dalam Wayangan, Kacapian dan lain-lain.
  3. Kulanter adalah Kendang yang berukuran kecil. Kendang ini berperan untuk menambah variasi tabuhan Kendang sedang, sebab pemakaiannya tidak terlepas dari Kendang sedang.
Kendang yang baik terbuat dari kayu nangka, kelapa atau cempedak. Sedangkan kulit yang digunakan untuk membuat gendang ini biasanya adalah kulit sapi, kulit kerbau, atau kambing. Kulit tersebut telah melalui prosses antara lain penggaraman, penjemuran dan penyamakan. Hal ini diperlukan untuk memperoleh kulit terbaik sesuai dengan nada yang diharapkan.
Kulit kerbau sering digunakan untuk bam (permukaan bagian yang memancarkan ketukan bernada rendah) sedangkan kulit kambing digunakan untuk chang (permukaan luar yang memancarkan ketukan bernada tinggi). Pada tali kulit yang berbentuk "Y" atau tali rotan, yang dapat dikencangkan atau dikendurkan untuk mengubah nada dasar. Semakin kencang tarikan kulitnya, maka semakin tinggi pula suara yang dihasilkannya.

Gong
Secara umum Gong merupakan alat musik yang terbuat dari leburan logam (perunggu dengan tembaga) dengan permukaan yang bundar (dengan atau tanpa Pencu). Gong dapat di gantung pada bingkai atau diletakkan berjajar pada rak, atau bisa ditempatkan pada permukaan yang lunak seperti tikar.

Selain itu ada juga gong genggam yang dimainkan sambil berjalan ataupun menari. Gong yang memiliki suara rendah, ditabuh dengan pemukul kayu yang ujungnya di balut dengan karet, katun, atau benang.
Penggunaan Gong dalam pentas seni dapat memperkuat suara Bass, dan getaran yang dihasilkan juga membuat aura sebuah pagelaran seni menjadi lebih kuat.

Suling Bambu
Suling adalah alat musik jenis tiup yang terbuat dari bahan bambu berlubang (4,5 dan 6), yang dimainkan dengan cara ditiup. Suling dipergunakan untuk membawakan melodi lagu, baik untuk mengiringi vokal (Tembang dan Kawih) maupun untuk dimainkan sendiri.

Bahan utama suling adalah bambu tamiang (Schizostachyum blumei, Nees), bambu yang panjang dan memiliki permukaan licin. Bagian kepala suling, dekat lubang kecil, dikelilingi oleh balutan rotan tipis yang berfungsi untuk menghasilkan getaran suara. Suara suling yang lembut membuatnya dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.

Pada dasarnya ada dua jenis suling. Suling dengan lima lubang jari dan suling dengan empat lubang jari. Masing-masing memiliki sistem penadaan yang berbeda. Lima lubang jari untuk sistem pelog dan empat lubang jari untuk sistem salendro. Suling bambu merupakan alat musik tradisional Indonesia yang memiliki suara yang khas. Suling bambu juga memiliki beragam keunikan lain, seperti :
  1. Suara dan aura bunyinya khas dan menggetarkan hati.
  2. Dapat dikombinasikan dengan instrumen musik lain, dengan suling bambu sebagai instrumen utama.
  3. Dapat diorkestrasikan dengan sekian puluh, ratus atau ribu pemain sehingga memiliki keunikan tersendiri, karena merupakan sebuah orkestra yang tidak dimainkan dengan alat musik barat tetapi dimainkan ; dengan instrumen yang didominasi suling bambu.
  4. Suara suling bambu dapat meliuk-liuk  dengan cengkok dan warna bunyi yang khas.
Ada dua faktor yang mempengaruhi baik tidaknya nada yang dihasilkan suling, yaitu :
  1. Posisi jari. Perubahan posisi jari dapat mengubah resonansi suara di dalam tubuh suling. Tergantung pada jarak lubang terdekat ke kepala suling
  2. Kecepatan aliran udara yang ditiupkan oleh mulut. Kecepatan aliran udara juga mempengaruhi frekuensi nada. Misalnya, frekuensi dua kali lipat dapat dihasilkan dengan meniupkan udara dengan kecepatan dua kali lipat.
 Selain itu ada teknik-teknik tertentu yang dapat kita gunakan saat bermain suling, diantaranya :
  1. Secara dinamis mengubah nada dari satu posisi ke posisi lain dengan tanpa menghentikan aliran udara. Contoh : mengubah la-ti, ti ke la, mi-da.
  2. Paruluk adalah efek yang dihasilkan oleh pembuka-tutupan secara berulang-ulang dan cepat lubang suling dengan satu atau lebih jari. Suara yang dihasilkan mirip suara burung merpati. Puruluk bisa dilakukan pada nada mi-la-na.

Angklung

Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, yang diterbitkan pada tahun 1862 di Batavia, menuliskan bahwa angklung adalah alat musik yang terbuat dari pipa-pipa bambu, yang dipotong ujung-ujungnya, menyerupai pipa-pipa dalam suatu organ, dan diikat bersama dalam suatu bingkai, digetarkan untuk menghasilkan bunyi. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.

Tidak ada petunjuk sejak kapan angklung digunakan, tetapi diduga bentuk primitifnya telah digunakan dalam kultur Neolitikum yang berkembang di Nusantara sampai awal penanggalan modern, sehingga angklung merupakan bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan Nusantara.

Catatan mengenai angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur.

Jenis bambu yang biasa digunakan sebagai alat musik tersebut adalah bambu hitam (awi wulung) dan bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran kecil hingga besar.

Dikenal oleh masyarakat sunda sejak masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai penggugah semangat dalam pertempuran. Fungsi angklung sebagai pemompa semangat rakyat masih terus terasa sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah Hindia Belanda sempat melarang masyarakat menggunakan angklung, pelarangan itu sempat membuat popularitas angklung menurun dan hanya dimainkan oleh anak- anak pada waktu itu.[butuh rujukan]

Selanjutnya lagu-lagu persembahan terhadap Dewi Sri tersebut disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas sederhana yang kemudian lahirlah struktur alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama angklung. Demikian pula pada saat pesta panen dan seren taun dipersembahkan permainan angklung. Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan dengan upacara padi, kesenian ini menjadi sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, angklung berkembang dan menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand, antara lain ditandai penyerahan angklung, lalu permainan musik bambu ini pun sempat menyebar di sana.

Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena —tokoh angklung yang mengembangkan teknik permainan berdasarkan laras-laras pelog, salendro, dan madenda— mulai mengajarkan bagaimana bermain angklung kepada banyak orang dari berbagai komunitas. Sasana/ lokasi belajar tentang angklung ada di Saung mang Udjo yang berada di Bandung. Disana para penikmat angklung dapat menikmati pagelaran musik angklung dan belajar bagaimana membuat angklung.


-----------
Tulisan ini dirangkum dari berbagai sumber, diantaranya Wikipedia dan Blog pemerhati alat musik

Kunjungi Blog kami lainnya:
  1. Mengenal alat musik Sumatera Barat
  2. Tari Pasambahan dan Tari Piring
  3. Linggarjati, Saksi Sejarah NKRI

Salam Wisata Indonesia  
Lokasi Saung Mang Udjo
  

0 Response to "Alat Musik Tradisional Khas Jawa Barat"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel